Mudik Lebaran 2020 : Boleh terus atau putar balik?

06.34



Tahun 2020, dilarang mudik !! Ya, paham, Pak !!
Sejak lockdown dimulai, sejak anak-anak mulai belajar di rumah, sejak pertengahan Maret, saya mulai #di rumahsaja. Keluar rumah hanya belanja sayur di tukang sayur keliling atau sepedaan sama anak-anak, keluar rumah hanya ke supermarket beli sembako.
Sewaktu keluar peraturan dilarang mudik, oke, saya kasih kabar ke orangtua di Tasikmalaya, kalau lebaran ini saya bakalan absen mudik sebagai upaya mengurangi penyebaran covid.

Tapi namanya manusia berkehendak, Tuhan lah yang menentukan. 
Lebaran ini saya HARUS mudik. Tapi cuma saya aja, suani dan anak di rumah saja.
Seminggu sebelum ramadhan berakhir, kondisi kesehatan orangtua drop sekali. Kakek memang masih drop setelah terkena stroke lagi bulan Maret, sekarang giliran nenek terkena demam tinggi. 
Keputusan mudik memang mendadak banget, setelah nenek mengabarkan kondisi kesehatannya pas h-4.

Akhirnya h-2 lebaran, saya mudik ke Tasik bersama Mba Tety, kakak saya nomor 2 dan Puput, anaknya.
Kami berangkat ke Tasik dengan bawa mobil plus driver. Setir sendiri? Tak sanggup lah daku, encok dan boyok bakal pegel :))
Naik angkutan umum? Bus? Kereta api? Mana ada, cyiin. Semua sarana transportasi itu tidak ada yang beroperasi selama lockdown. Jalan satu-satunya ya bawa kendaraan sendiri.

Perjalanan berangkat lancaaar, pake bangets. Jalanan lengang banget. 
Sebagai orang yang selalu mudik setiap tahun, entah itu lewat jalan pantura atau selatan Jawa, mudik tahun ini memang sepii banget. Bus, truk, shuttle/travel pun tidak ada yang melintas.Ya.......kan dilarang!!! Hanya ada beberapa mobil melintas, selebihnya hanya penduduk lokal yang berkendara. 
Semarang - Gombong via Purworejo pun bisa ditempuh cuman 3,5 jam. 

Masalah transportasi, done.
Kekhawatiran kedua......check point Covid di perbatasan! Bisa lewat enggak ya? Saya rada was-was juga, gimana dong kalau disuruh putar balik :((
Pake masker, sudah. 
Hand sanitizer sudah.
Jaga jarak di mobil, (kayaknya) sudah. Mobil isinya cuma 4 orang. Driver di depan, saya sama Mba Tety di tengah, Puput di belakang.
Surat kelengkapan, enggak ada (tutup muka). Tadinya saya mau ke puskesmas minta surat keterangan sehat, tapi hari Kamis nya libur,  Puskesmas tutup. 
Surat keterangan RT/RW, hadeeh saya enggak sempat....sibuk urusan cari rental mobil plus driver. Modal nekad wae lah ya. Demi nengokin orang tua.

Sepanjang jalan dari Semarang - Gombong - Cilacap, enggak ada pos pemeriksaan mudik/covid. Tapiiii, sewaktu masuk gerbang perbatasan ke Jawa Barat, terlihat petugas jalan raya menghentikan setiap kendaraan roda empat untuk menepi dan berhenti di pos pemeriksaan.

Seorang petugas medik lengkap dengan APD menghampiri dan melongok ke dalam, "Siang Ibu, waduh, kok penumpangnya penuh amat? Silakan turun dulu, kita cek dulu"
Antara mau ketawa dan khawatir, hahaha, segini ternyata sudah dibilang penuh :-))
Kita hanya ditanya nama, umur, asal kota dan tujuan dan keperluan untuk selanjutnya cek suhu tubuh. Kami semua suhunya normal, dan dipersilakan jalan kembali.


Check point di perbatasan Cilacap.

Kekhawatiran ketiga,...Apakah kita harus karantina 14 hari karena datang dari luar kota?
Ya, tapi dengan kondisi khusus seperti disini. Karena kondisi kami semua sehat dan tidah ada yang berindikasi seperti  point-pont di situ, kemarin kita hanya diminta data ktp saja oleh RT setempat. Bagus ya, penduduk di desa selalu awas terhadap tamu yang datang :))

H-1 kita sudah bersiap balik. Ingin hati tinggal lebih lama, apa daya rental mobil memang hanya bisa dua hari karena sudah ada penyewa lain yang menanti di hari Lebaran.
Saya lebih rileks waktu perjalanan pulang ini,toh kan kemarin check point ada di jalur menuju Jawa Barat. Eh ternyata saya salah. Kita kembali diperiksa di check point menuju Jawa Tengah, tepatnya di Banyumas.
Tapi kali ini, kita hanya ditanya kota tujuan dan pengecekan suhu tubuh dilakukan dalam mobil tanpa harus turun. Semuanya, aman, dan kita boleh meneruskan perjalanan.


Pemeriksaan di Banyumas

Rumah makan yang sering dijadikan rest area pemudik juga sepii sekali. Merg* Sar* (terfavorit ini mah), Cibiu*k......cuman ada segelintir, dilihat dari yang parkir.
Kalau suasana normal ....jangan ditanya, buat parkir pun susah, pesan makanan juga antri dan lama. 
Enggak cuma rumah makan, SPBU besar di sepanjan jalan juga sepi sekali. 
Wabah covid ini memang jelas banget melumpuhkan sendi ekonomi. Kebayang yah, lebaran yang seharusnya momen untuk mendapaatkan rezeki lebih, kali ini hampir nol.

 
SPBU Lumbir. biasanya dijadikan rest area buat bus --bus antar kota/propinsi, 
Kali ini sepiiii 

PSBB di DKI Jakarta dan daerah lain di pulau Jawa, juga regulasi dilarang beroperasinya angkutan massa selama pandemi covid belum berakhir, memang berimbas banget dengan sepinya arus mudik. Jumlah pemudik lokal di Jawa Tengah ternyata jumlahnya receh aja di banding dengan jumlah pemudik dari Jakarta dan sekitarnya. Terbukti jalur-jalur mudik Selatan Jawa sepi ketika pemudik dari DKI dan sekitarnya dilarang mudik atau pulkam.

Sebagai orang perantauan, saya bisa merasakan sedih banget kalau lebaran enggak bisa mudik. Kapan lagi bisa ketemu orangtua atau saudara dalam waktu yang cukup lama kalau enggak pas libur lebaran. Tidak heran banyak yang nekad mudik.
Tapi yakinlah, situasi ini tidak akan selamanya. Sabar, jaga kesehatan, perbanyak doa, semoga tahun depan, keadaan kembali normal seperti semula. Aamiin

You Might Also Like

0 komentar

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe